Sekarang kalo dilihat – lihat kamera slr/d-slr udah merebak
dikalangan kawula muda . dari yang cuman ikut –ikutan doang ,
menyalurkan hobi sampai yang menekuninya dengan serius biar jadi pro
.Dan gw juga termasuk salah satu orang yang mulai mencicipi gadget ini .
Awalnya emang cuman ikut – ikutan doang dang gw penasaran dengan
namanya teknik bulb ( contoh bulp entar dijelasin di post berikutnya ) .
Dan itu membuat gw tertarik , lalu setelah gw punya dan mulai mencoba –
coba ternyata masih banyak teknik – teknik photography lainnya kaya
macro , micro atau bisa dirangkum keduanya jadi D.O.F ( depth of field )
, freeze , movement , panning.
Oke gw bakal curhat lagi kaya paragraph diatas , mulai paragraph ini
kebawah bakal ngupas sedikit tentang teknik – teknik diatas .
1 . D.O.F (Depth Of Field)
Depth of field atau sering disingkat menjadi DOF merupakan salah satu
teknik fotgrafi yang paling dasar. Setiap foto memiliki kedalaman (
depth ) yang terbagi atas foreground ( depan ) dan background ( belakang
). Fokus pada lensa kamera dapat dikendalikan atau diarahkan pada objek
tertentu. Pengendalian Depth of Field berguna untuk membatasi fokus
pada foto dan lebih memberi kesan hidup pada foto. Ini teknik yang
paling sering gw pake soalnya gak terlalu rumit buat dipahamin cuman
puter – puter focus , kalo udah sesuai ama foto yang diinginkan maka
langsung ambil gambarnya . kalo menurut gw lebih gampang ngambil DOF
pada siang hari disbanding malam soalnya gwmbar yang dilihat bisa lebih
jelas perkiraannya .
2. Freeze
Setelah memahami DOF yang berkaitan dengan aperture, kali ini akan
dijelaskan tentang freeze, dimana sangat berkaitan erat dengan shutter
speed. Foto freeze bertujuan untuk mengabadikan suatu moment dengan
gerakan cepat sehingga dapat tertangkap oleh kamera sebagai gambar diam,
seperti foto tetesan air, ledakan, atau foto ketika orang sedang
melompat dan lain sebagainya. Yang paling utama dalam mendapatkan foto
freeze adalah mengatur shutter speed secepat mungkin ( misal 1/500
detik, 1/1000 detik, hingga 1/8000 detik ). Karena tuntutan shutter
speed yang cepat, maka tentunya cahaya yang dibutuhkan sangat banyak,
maka dari itu biasanya foto freeze amatir lebih banyak dilakukan di
ruang terbuka pada siang hari dimana cahaya matahari bersinar terang.
Bukan tidak mungkin untuk memperoleh foto freeze pada malam hari atau
cahaya yang minim, namun peralatan pendukung mutlak diperlukan seperti
flash atau bahkan lampu studio dengan kecepatan singkronisasi yang
tinggi pula. Gw udah pernah nyoba sendiri dan hasilnya juga lumayan tapi
teknik ini lebih baik digunakan pada siang hari karena ada bantuan
cahaya matahari dapat memperjelas hasil foto .
3. Movement
Bertentangan dengan foto freeze, foto movement bertujuan
memperlihatkan pergerakan objek dengan shutter speed yang rendah,
sehingga pergerakan objek dapat tampak pada hasil foto. Shutter speed
yang digunakan cenderung rendah agar pergerakan objek dapat terekam (
misal 1/5 detik, 1 detik, dst ), namun yang patut diperhatikan adalah
kamera harus tetap dalam posisi statis agar background daripada objek
tetap fokus walaupun shutter speed lambat. Udah pernah nyoba tapi jarang
make teknik ini soalnya belum ada objek yang tepat .
4 . Panning
Mirip dengan metode foto movement, namun dalam foto panning gerakan
objek lebih ditampilkan melalui background yang bergerak. Prinsip dasar
foto panning sama dengan foto movement, hanya saja pada saat pemotretan,
kamera ikut bergerak mengimbangi gerakan objek, sehingga objek tetap
fokus namun background yang dihasilkan bergerak .Sampe sekarang gw belom
nguasain ini teknik karena emang butuh ketepatan dalam mengikuti objek
dan kecepatan yang pas untuk mengambil gambar .
5. Bulb
Foto bulb dapat diperoleh melalui mode manual dengan mengatur shutter
speed pada setting paling lambat ( BULB ), dimana shutter akan terus
terbuka selama tombol ditekan dan akan menutup kembali pada saat tombol
dilepas. Yang patut diperhatikan pada foto bulb adalah posisi kamera
yang mutlak harus statis, maka gunakanlah tripod untuk menghasilkan foto
bulb . Teknik yang paling gw senegi gak tau kenapa , tiap ngeliat hasil
foto bulb pasti gw seneng . Mungkin karena ini teknik yang diajarin ama
temen gw jadi gw semngat buat belakar teknik kamera . hehe
tumblr

Rabu, 07 November 2012
PERKEMBANGAN PHOTOGRAPHY DI ERA DIGITAL
Sekarang ini dunia photography mengalami perubahan yang sangat pesat. Dengan semakin berkembangnya teknologi digital, kamera dengan isi gulungan plastik atau rol film dan dicetak dalam sebuah ruangan yang gelap berubah menjadi kamera digital. Kamera digital masih mempunyai kemiripan dengan kamera yang selama ini kita kenal, dari segi bentuk dan lensa yang mengatur ketajaman fokus, aperture, dan shutter yang mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam kamera. Hanya saja kamera digital tidak memakai rol film.
Dilihat dari hasil foto-fotonya, kamera
digital bisa langsung dilihat hasilnya setelah kita mengambil gambar.
Dengan ini, siapa saja bisa berbagi foto dari hasil pengambilan
gambarnya.
Contoh gambar kamera konvensional:


Contoh gambar digital:
Contoh gambar kamera konvensional:


Contoh gambar digital:



Teknologi kamera digital yang dimulai dari gambar yang beresolusi rendah, sekarang sudah berkembang menjadi resolusi tingkat tinggi. Oleh karena itu, pilihan kamera digital di pasaran sekarang sudah beragam membuat orang bingung untuk memilih kamera mana yang terbaik karena banyaknya aksesoris yang ditawarkan seperti tambahan lensa sudut lebar, dan pilihan pencahayaan menggunakan lampu flash yang beragam.
1. Megapixel
Jangan terkecoh dengan jumlah piksel yang banyak, karena ada kamera yang mempunyai jumlah megapiksel yang lebih banyak tapi bukan berarti kamera ini menjadi yang terbaik. Semakin banyak sel-sel sensitif foto yang ditampung dalam chip CCD (Charge Coupled Device) yang mengatur sensitivitas pencahayaan, semakin banyak gangguan elektronik yang dihasilkan.
2. Resolusi
Salah satu elemen dari kamera digital yang profesional adalah resolusi. Resolusi merupakan salah satu penentu kualitas cetak.
Untuk format 35 mm saat ini sudah tersedia sampai 6 juta pixel (picture elemen).
CITRA DIGITAL
Kamera digital mempunyai keuntungan pada ISO tinggi butiran yang dihasilkan tidak terlalu kasar. Selain itu, kebanyakan kamera digital sudah dilengkapi modus untuk mengatur warna gambar. Modus yang umum terdiri dari tiga warna sepia dan hitam putih. Sedangkan kamera konvensional bergantung pada film, dan manipulasi bisa dilakukan pada saat pencetakan.
Kamera digital profesional selain dilengkapi dengan LCD ada sebagian yang dilengkapi dengan panel histogram. Kegunaan panel tersebut adalah untuk melihat apakah hasil gambar kontrasnya dan pencahayannya sudah cukup.
Sekarang ini,perkembangan bersifat konvensional, yaitu suatu pola pertumbuhan menuju ke arah digitalisasi, dari sejak ditemukannya semi-konduktor dan logika flip-flop. Sejak itu, mulai dikembangkan mesin hitung elektronik, jam digital, komputer dan dari dunia telekomunikasi melahirkan teknologi coding dan decoding gelombang analog yang menghasilkan gelombang digital.
Sejarah PHOTOGRAPHY
Sejarah Photography pertama kali diresmikan pada abad ke-19,
lalu terpacu bersama kemajuan-kemajuan yang dilakukan oleh manusia
sejalan dengan kemajuan teknologi yang sedang gencar-gencarnya. Pada
tahun 1839-an yang dicanangkan sebagai tahun awal Photography, negara Perancis dinyatakan secara resmi bahwa Photography merupakan sebuah terobosan teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat mata sudah bisa dibuat permanen.
sebenarnya bermula jauh sebelum Masehi. Dalam buku The History of Photography karya Alma Davenport, terbitan University of New Mexico Press tahun 1991, dinyatakan bahwa pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM), seorang pria bernama Mo Ti telah mengamati sebuah gejala. Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang kecil (pinhole), maka di bagian ruang tersebut akan terefleksikan pemandangan di luar ruang secara terbalik lewat lubang tadi. Mo Ti adalah orang pertama yang menyadari fenomena camera obscura.
Beberapa abad setelah itu, banyak orang yang menyadari serta mengagumi fenomena ini, beberapa diantaranya yaitu Aristoteles pada abad ke-3 SM dan seorang ilmuwan Arab Ibnu Al Haitam (Al Hazen) pada abad ke-10 SM, dan kemudian berusaha untuk menciptakan serta mengembangkan alat yang sekarang dikenal sebagai kamera. Pada tahun 1558, seorang ilmuwan Italia, Giambattista della Porta menyebut ”camera obscura” pada sebuah kotak yang membantu pelukis menangkap bayangan gambar (Bachtiar: 10).
Menurut Szarkowski dalam Hartoyo (2004: 21), nama camera obscura diciptakan oleh Johannes Keppler pada tahun 1611:
“By the great Johannes Keppler has designed a portable camera constructed as a tent, and finaly give a device a name that stuck: camera obscura… The interior of the tent was dark except for the light admitted by a lens, which foucussed the image of the scene outside onto a piece of paper.” (Pada tahun 1611 Johannes Keppler membuat desain kamera portable yang dibuat seperti sebuah tenda, dan akhirnya memberi nama alat tersebut sebuah nama yang terkenal hingga kini: camera obscura… Keadaan dalam tenda tersebut sangat gelap kecuali sedikit cahaya yang ditangkap oleh lensa, yang membentuk gambar keadaan di luar tenda di atas selembar kertas).
Dalam Sejarah Photography Pada awal abad ke-17 seorang ilmuwan berkebangsaan Italia bernama Angelo Sala menemukan, bila serbuk perak nitrat dikenai cahaya, warnanya akan berubah menjadi hitam. Demikian pula Professor anatomi berkebangsaan Jerman, Johan Heinrich Schulse, pada 17127 melakukan percobaan dan membuktikan bahwa menghitamkan pelat chloride perak yang disebabkan oleh cahaya dan bukan oleh panas merupakan sebuah fenomena yang telah diketahui sejak abad ke-16 bahkan mungkin lebih awal lagi. Ia mendemonstrasikan fakta tersebut dengan menggunakan cahaya matahari untuk merekam serangkaian kata pada pelat chloride perak; saying ia gagal mempertahankan gambar secara permanent.
Kemudian sekitar tahun 1800, seorang berkebangsaan Inggris bernama Thomas Wedgwood, bereksperimen untuk merekam gambar positif dari citra pada camera obscura berlensa (pada masa itu camera obscura lazimnya pinhole camera yang hanya menggunakan lubang kecil untuk cahaya masuknya), tapi hasilnya sangat mengecewakan. Akhirnya ia berkonsentrasi sebagaimana juga Schulse, membuat gambar-gambar negatif (sekarang dikenal dengan istilah Photogram) dengan cahaya matahari, pada kulit atau kertas putih yang telah disaputi komponen perak.
Dalam Sejarah Photography mencatat Sementara itu di Inggirs, Humphrey Davy melakukan percobaan lebih lanjut dengan chlorida perak, tapi bernasib sama dengan Schulse. Pelatnya dengan cepat berubah menjadi hitam walaupun sudah berhasil menangkap imaji melalui camera obscura tanpa lensa.
Akhirnya, pada tahun 1824, seorang seniman lithography Perancis, Joseph-Nicephore Niepce (1765-1833), setelah delapan jam meng-exposed pemandangan dari jendela kamrnya, melalui proses yang disebutnya Heliogravure (proses kerjanya mirip lithograph) di atas pelat logam yang dilapisi aspal, berhasil melahirkan sebuah imaji yang agak kabur, berhasil pula mempertahankan gambar secara permanent. Kemudian ia pun mencoba menggunakan kamera obscura berlensa, proses yang disebut ”heliogravure” pada tahun 1826 inilah yang akhirnya menjadi sejarah awal Photography yang sebenarnya. Photo yang dihasilkan itu kini disimpan di University of Texas di Austin, AS.
Merasa kurang puas, tahun 1827 Niepce mendatangi desainer panggung opera yang juga pelukis, Louis-Jacques Mande’ Daguerre (1787-1851) untuk mengajaknya berkolaborasi. Dan jauh sebelum eksperimen Niepce dan Daguerre berhasil, mereka pernah meramalkan bahwa: “Photography akan menjadi seni termuda yang dilahirkan zaman.”
Sayang, sebelum menunjukkan hasil yang optimal, Niepce meninggal dunia. Baru pada tanggal 19 Agustus 1839, Daguerre dinobatkan sebagai orang pertama yang berhasil membuat Photo yang sebenarnya: sebuah gambar permanen pada lembaran plat tembaga perak yang dilapisi larutan iodin yang disinari selama satu setengah jam cahaya langsung dengan pemanas mercuri (neon). Proses ini disebut daguerreotype. Untuk membuat gambar permanen, pelat dicuci larutan garam dapur dan asir suling.
Photography mulai tercatat resmi pada abad ke-19 dan lalu terpacu bersama kemajuan-kemajuan lain yang dilakukan manusia sejalan dengan kemajuan teknologi yang sedang gencar-gencarnya. Pada tahun 1839 yang dicanangkan sebagai tahun awal Photography. Pada tahun itu, di Perancis dinyatakan secara resmi bahwa Photography adalah sebuah terobosan teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat mata sudah bisa dibuat permanen.
Januari 1839, penemu Photography dengan menggunakan proses kimia pada pelat logam, Louis Jacques Mande Daguerre, sebenarnya ingin mematenkan temuannya itu. Akan tetapi, Pemerintah Perancis, dengan dilandasi berbagai pemikiran politik, berpikir bahwa temuan itu sebaiknya dibagikan ke seluruh dunia secara cuma-cuma. Maka, saat itu manual asli Daguerre lalu menyebar ke seluruh dunia walau diterima dengan setengah hati akibat rumitnya kerja yang harus dilakukan.
Photography kemudian berkembang dengan sangat cepat. Menurut Szarkowski dalam Hartoyo (2004: 22), arsitek utama dunia Photography modern adalah seorang pengusaha, yaitu George Eastman. Melalui perusahaannya yang bernama Kodak Eastman, George Eastman mengembangkan Photography dengan menciptakan serta menjual roll film dan kamera boks yang praktis, sejalan dengan perkembangan dalam dunia Photography melalui perbaikan lensa, shutter, film dan kertas Photo.
Tahun 1950 mulai digunakan prisma untuk memudahkan pembidikan pada kamera Single Lens Reflex (SLR), dan pada tahun yang sama Jepang mulai memasuki dunia Photography dengan produksi kamera NIKON. Tahun 1972 mulai dipasarkan kamera Polaroid yang ditemukan oleh Edwin Land. Kamera Polaroid mampu menghasilkan gambar tanpa melalui proses pengembangan dan pencetakan film.
Kemajuan teknologi turut memacu Photography secara sangat cepat. Kalau dulu kamera sebesar tenda hanya bisa menghasilkan gambar yang tidak terlalu tajam, kini kamera digital yang cuma sebesar dompet mampu membuat Photo yang sangat tajam dalam ukuran sebesar koran.
sebenarnya bermula jauh sebelum Masehi. Dalam buku The History of Photography karya Alma Davenport, terbitan University of New Mexico Press tahun 1991, dinyatakan bahwa pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM), seorang pria bernama Mo Ti telah mengamati sebuah gejala. Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang kecil (pinhole), maka di bagian ruang tersebut akan terefleksikan pemandangan di luar ruang secara terbalik lewat lubang tadi. Mo Ti adalah orang pertama yang menyadari fenomena camera obscura.
Beberapa abad setelah itu, banyak orang yang menyadari serta mengagumi fenomena ini, beberapa diantaranya yaitu Aristoteles pada abad ke-3 SM dan seorang ilmuwan Arab Ibnu Al Haitam (Al Hazen) pada abad ke-10 SM, dan kemudian berusaha untuk menciptakan serta mengembangkan alat yang sekarang dikenal sebagai kamera. Pada tahun 1558, seorang ilmuwan Italia, Giambattista della Porta menyebut ”camera obscura” pada sebuah kotak yang membantu pelukis menangkap bayangan gambar (Bachtiar: 10).
Menurut Szarkowski dalam Hartoyo (2004: 21), nama camera obscura diciptakan oleh Johannes Keppler pada tahun 1611:
“By the great Johannes Keppler has designed a portable camera constructed as a tent, and finaly give a device a name that stuck: camera obscura… The interior of the tent was dark except for the light admitted by a lens, which foucussed the image of the scene outside onto a piece of paper.” (Pada tahun 1611 Johannes Keppler membuat desain kamera portable yang dibuat seperti sebuah tenda, dan akhirnya memberi nama alat tersebut sebuah nama yang terkenal hingga kini: camera obscura… Keadaan dalam tenda tersebut sangat gelap kecuali sedikit cahaya yang ditangkap oleh lensa, yang membentuk gambar keadaan di luar tenda di atas selembar kertas).
Dalam Sejarah Photography Pada awal abad ke-17 seorang ilmuwan berkebangsaan Italia bernama Angelo Sala menemukan, bila serbuk perak nitrat dikenai cahaya, warnanya akan berubah menjadi hitam. Demikian pula Professor anatomi berkebangsaan Jerman, Johan Heinrich Schulse, pada 17127 melakukan percobaan dan membuktikan bahwa menghitamkan pelat chloride perak yang disebabkan oleh cahaya dan bukan oleh panas merupakan sebuah fenomena yang telah diketahui sejak abad ke-16 bahkan mungkin lebih awal lagi. Ia mendemonstrasikan fakta tersebut dengan menggunakan cahaya matahari untuk merekam serangkaian kata pada pelat chloride perak; saying ia gagal mempertahankan gambar secara permanent.
Kemudian sekitar tahun 1800, seorang berkebangsaan Inggris bernama Thomas Wedgwood, bereksperimen untuk merekam gambar positif dari citra pada camera obscura berlensa (pada masa itu camera obscura lazimnya pinhole camera yang hanya menggunakan lubang kecil untuk cahaya masuknya), tapi hasilnya sangat mengecewakan. Akhirnya ia berkonsentrasi sebagaimana juga Schulse, membuat gambar-gambar negatif (sekarang dikenal dengan istilah Photogram) dengan cahaya matahari, pada kulit atau kertas putih yang telah disaputi komponen perak.
Dalam Sejarah Photography mencatat Sementara itu di Inggirs, Humphrey Davy melakukan percobaan lebih lanjut dengan chlorida perak, tapi bernasib sama dengan Schulse. Pelatnya dengan cepat berubah menjadi hitam walaupun sudah berhasil menangkap imaji melalui camera obscura tanpa lensa.
Akhirnya, pada tahun 1824, seorang seniman lithography Perancis, Joseph-Nicephore Niepce (1765-1833), setelah delapan jam meng-exposed pemandangan dari jendela kamrnya, melalui proses yang disebutnya Heliogravure (proses kerjanya mirip lithograph) di atas pelat logam yang dilapisi aspal, berhasil melahirkan sebuah imaji yang agak kabur, berhasil pula mempertahankan gambar secara permanent. Kemudian ia pun mencoba menggunakan kamera obscura berlensa, proses yang disebut ”heliogravure” pada tahun 1826 inilah yang akhirnya menjadi sejarah awal Photography yang sebenarnya. Photo yang dihasilkan itu kini disimpan di University of Texas di Austin, AS.
Merasa kurang puas, tahun 1827 Niepce mendatangi desainer panggung opera yang juga pelukis, Louis-Jacques Mande’ Daguerre (1787-1851) untuk mengajaknya berkolaborasi. Dan jauh sebelum eksperimen Niepce dan Daguerre berhasil, mereka pernah meramalkan bahwa: “Photography akan menjadi seni termuda yang dilahirkan zaman.”
Sayang, sebelum menunjukkan hasil yang optimal, Niepce meninggal dunia. Baru pada tanggal 19 Agustus 1839, Daguerre dinobatkan sebagai orang pertama yang berhasil membuat Photo yang sebenarnya: sebuah gambar permanen pada lembaran plat tembaga perak yang dilapisi larutan iodin yang disinari selama satu setengah jam cahaya langsung dengan pemanas mercuri (neon). Proses ini disebut daguerreotype. Untuk membuat gambar permanen, pelat dicuci larutan garam dapur dan asir suling.
Photography mulai tercatat resmi pada abad ke-19 dan lalu terpacu bersama kemajuan-kemajuan lain yang dilakukan manusia sejalan dengan kemajuan teknologi yang sedang gencar-gencarnya. Pada tahun 1839 yang dicanangkan sebagai tahun awal Photography. Pada tahun itu, di Perancis dinyatakan secara resmi bahwa Photography adalah sebuah terobosan teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat mata sudah bisa dibuat permanen.
Januari 1839, penemu Photography dengan menggunakan proses kimia pada pelat logam, Louis Jacques Mande Daguerre, sebenarnya ingin mematenkan temuannya itu. Akan tetapi, Pemerintah Perancis, dengan dilandasi berbagai pemikiran politik, berpikir bahwa temuan itu sebaiknya dibagikan ke seluruh dunia secara cuma-cuma. Maka, saat itu manual asli Daguerre lalu menyebar ke seluruh dunia walau diterima dengan setengah hati akibat rumitnya kerja yang harus dilakukan.
Photography kemudian berkembang dengan sangat cepat. Menurut Szarkowski dalam Hartoyo (2004: 22), arsitek utama dunia Photography modern adalah seorang pengusaha, yaitu George Eastman. Melalui perusahaannya yang bernama Kodak Eastman, George Eastman mengembangkan Photography dengan menciptakan serta menjual roll film dan kamera boks yang praktis, sejalan dengan perkembangan dalam dunia Photography melalui perbaikan lensa, shutter, film dan kertas Photo.
Tahun 1950 mulai digunakan prisma untuk memudahkan pembidikan pada kamera Single Lens Reflex (SLR), dan pada tahun yang sama Jepang mulai memasuki dunia Photography dengan produksi kamera NIKON. Tahun 1972 mulai dipasarkan kamera Polaroid yang ditemukan oleh Edwin Land. Kamera Polaroid mampu menghasilkan gambar tanpa melalui proses pengembangan dan pencetakan film.
Kemajuan teknologi turut memacu Photography secara sangat cepat. Kalau dulu kamera sebesar tenda hanya bisa menghasilkan gambar yang tidak terlalu tajam, kini kamera digital yang cuma sebesar dompet mampu membuat Photo yang sangat tajam dalam ukuran sebesar koran.
Langganan:
Postingan (Atom)